Minggu, 03 Mei 2015

Sulap Handuk Jadi “Roti”, Bawa Rejeki

Di tangan orang yang kreatif handuk tidak hanya sekedar sebagaai alat membantu membersikan badan seusai mandi. Dengan kreativitas, ternyata handuk bisa menjadi sebuah souvenir cantik, Towel Cake, seperti yang kini menjadi usaha dari Bayu Aji, warga Jl. Ciliwung Gang I/55 H, Kota Malang.
Bayu Aji bersama kue tart dari handuk buatanya
Melalui Galeri Bunda, produk towel cake dari handuk yang diproduksi alumni Fakultas Pertanian Unibraw ini sudah merambah ke berbagai penjuru nusantara. Bagusnya prospek berbisnis souvenir ini membuat dia rela berhenti dari tempatnya bekerja di PT Pioner.
Bayu mengungkapkan,nama galeri Bunda sengaja dia pilih karena bunda merupakan panggilan kesayangan untuk sang istri. Usaha towel cake yang dia geluti saat ini, sudah dia rintis sejak tiga tahun lalu.
“Awalnya saat menghadiri pernikahan teman mendapat souvenir dari handuk yang sudah dibentuk seperti kue yang cantik,” jelas Bayu, Senin (18/7).
Tertarik dengan souvenir pemberian teman itu akhirnya sampai di rumah Bayu dan istri langsung membongkar souvenir tersebut. Dari situlah dia belajar pertama kali, bagaimana membuat towel cake.
“Bermula dari belajar itu, saya kemudian sering membaca-baca dari internet. Akhirnya ketemulah gaya towel cake milik kami yang berbeda dengan produk lain,” kata Bayu.
Untuk memasarkan produk yang dibuat, Bayu mengaku selama ini mengandalkan sitem online. Di tahun pertama saja untungnya sudah lumayaan, karena itu dia akhirnya memilih berhenti dari tempatnya bekerja dan menekuni towel cake.
Seiring berjalannya waktu, towel cake yang dibuat Bayu sudah semakin beragam. Mulai souvenir untuk pernikahan, souvenir untuk kado, ulang tahun, dan lain-lain kini karyanya sudah semirip asli.
Kini usahanya sudah semakin berkembang. Bayu menyebutkan, untuk memesan produk yang dia buat, kalau jumlahnya 100-200 pcs pemesanan harus seminggu sebelumnya. Pemesanan 500-1000 harus dua minggu sebelumnya. Sedangkan pemesanan dalam jumlah besar 1500 ke atas ordernya harus tiga bulan sebelumnya.
Towel cake made in Galeri Bunda, harganya bervariasi mulai dari Rp 4.000 sampai dengan Rp 300.000. Sistem pembeliannya, 70 persen dari harga yang dipesan harus sudah dibayar dahulu, sedangkan 30 persennya dilunasi saat pesanan jadi.
Selain melalui sistem online, untuk memperluas jaringan pemasaran yang selama ini 70 % pasar luar Malang dan 30 persen pasar Malang. Bayu mengaku akhir-akhir ini, sering mengikuti berbagai pameran. Diantaranya di acara Malang Kembali dan pameran produk unggulan yang digelar Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang.

Hasil Pengamatan

Ide dari usaha Towel Cake tersebut adalah terlihat dari sofenir yang mereka dapat kan pada pernikahan kerabatnya

karena tertarik untuk akan sofenir yang dia dapatkan maka berfikirlah untuk membuka usaha sofenir
dan ternyata usahanya di sambut baik oleh masyarakat

Bapak Bayu pun sangat berani dalam mencoba usaha yang di jalankan maka dia sukses dalam menjalankan bisnisnya

CONTOH PENGALAMAN ORANG - ORANG YANG MEMULAI BISNIS KEWIRAUSAHAAN

Ini Dia Kisah Rini Sukses Bisnis Keripik Lebay dari Nol

Jakarta -Rini Sumiarsih salah satu dari sekian banyak orang yang sempat kebingungan untuk memulai usaha. Ia pernah berjualan keripik pisang, namun pasarnya sudah diambil orang lain di kampungnya Desa Mayak, Kecamatan Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.

Pendapatan dari suami yang berjualan bakso goreng keliling per hari hanya berkisar Rp 15.000-20.000. Hal ini lah yang membuat mantan pengajar Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) ini ingin kembali terjun ke dunia bisnis, untuk menambah pendapatan keluarga.

"Lalu mikir harus bisnis apa lagi, masa sama. Ibu lihat banyak sekali talas, tapi biasanya talas itu diolahnya hanya direbus, saya mikir ini dibuat keripik bagus nggak. Terus dicoba," kata Rini di acara Media Gathering Prasetiya Mulya Business School, di Penang Bistro, Kebon Sirih Jakarta, Senin (22/4/2014).

Usahanya tak langsung berjalan mulus, Rini harus terus menerus mencoba bereksperimen membuat keripik talas yang enak. Maklum saja, ia baru pertama kali mencoba bisnis keripik talas. Produk keripik talasnya diberikan cuma-cuma untuk para tetangganya sebagai tes pasar.

Percobaan terus dilakukan hingga akhirnya Rini bersama suami, Dede memberanikan diri untuk menjual hasil karyanya. Keripik talasnya belum dimodifikasi apa-apa, rasanya pun hanya satu yaitu asin.

"Was-was pertama nggak ada label. Saya sama ibu berkeliling menjajakan keripik masing-masing 20 bungkus. Saya sisa 5, punya istri saya habis," kata Dede, sang suami Rini.

Dari situ mulai terpikir untuk mulai memasarkannya lewat warung-warung kecil di wilayah Cibeber. Rini menitipkan dagangannya di warung yang hanya berjumlah 6 gerai. Produknya ternyata cukup disambut positif masyarakat Cibeber

Namun kedua pasangan istri yang sudah dikaruniai 3 orang anak ini kebingungan. Alasannya, jika produk mereka ingin dikenal dan berkelanjutan maka perlu ada label di produknya.

Pemilihan nama untuk labelnya itu pun tak mudah. Mereka terus berpikir nama apa yang cocok untuk produk mereka. Akhirnya dipilihlah nama "lebay" yang diambil dari nama julukan Rini di lingkungan ibu-ibu PKK di desanya. Entah apa alasannya Rini disebut "Ibu Lebay".

"Akhirnya ya sudah pakai nama keripik Lebay," kata Dede.

Dede kini fokus membantu istrinya menjalankan usahanya. Usaha Dede berjualan bakso goreng sudah ditinggalkan sejak 5 bulan lalu.

Di tengah usahanya, tepatnya Februari 2014, Rini mendapatkan bantuan dari para mahasiswa Prasetiya Mulya Business School. Sebanyak 8 orang mahasiswa Prasetiya Mulya berugas membantu usaha Rini dalam hal pemasaran, pembukuan, pembentukan kapasitas usaha dan bimbingan bisnis lainnya.

Dampaknya sangat terasa bagi Rini dan usahanya ini. Saat ini, produk Keripik Lebay memiiliki rasa berbeda-beda: balado, keju dan original. Juga pangsa pasarnya yang mencapai 135 toko.

"Pendapatan kotor kalau sebelum ada mahasiswa itu sekitar Rp 150-200 ribu/minggu. Setelah ada mahasiswa seminggu Rp 1,5 juta per minggu. Bersihnya Rp 300 ribu/minggu," katanya.

Kini Rini menunggu surat izin dari kementerian kesehatan agar produknya ini bisa dipasarkan di toko oleh-oleh Cianjur. Harapannya tak muluk-muluk menjalankan usaha. Ia hanya ingin hidup berkecukupan, dan bisa menyekolahkan anak-anaknya kelak dan produknya makin terkenal.

"Saya ingin keripik lebay jadi icon Cianjur," harapnya.

kesimpulan 

Ibu Rini berfikir kreatif dalam usaha yang di jalaninya  dalam hidup di jaman yang serbah sulit ini tidak hanya bisa mengandalkan suami saya . dan ibu Rini pun sangan berani untuk berexperimen tidak putus asa karena keadaan

 

I Putu Arnawa, Mantan Karyawan yang Sukses Jadi Pengusaha Dengan 500 Karyawan


Dari seorang karyawan, I Putu Arnawa bermetamorfosis menjadi entrepreneur dengan 500 karyawan. Bisnisnya terpancak di setiap jengkal Bandara Ngurah Rai. Juga di Nusa Dua, Sanur dan Kuta. Bagaimana ia mengawali?

Sejatinya, di panggung bisnis Pulau Dewata, Arnawa boleh dibilang pemain baru. Tahun 2001, Arnawa menceburkan diri ke gelanggang bisnis. Debut awalnya adalah gerai refleksologi di area kedatangan internasional Bandara Ngurah Rai. Waktu itu, ia masih tercatat sebagai manajer di sebuah lounge – satu-satunya ketika itu – di Bandara Ngurah Rai. Saat Arnawa bergabung, lounge tersebut tengah limbung. Tugas Arnawa menggeliatkan kembali bisnis lounge yang salah satu pemiliknya adalah Aerowisata. Sebelumnya, ia bekerja sebagai staf ground handling di Singapore Airlines dan Cathay Pacific.

Berbagai terobosan kemudian dilakukan Arnawa yang sempat mengikuti pelatihan bisnis lounge di berbagai bandara di belahan bumi lain. Salah satu terobosannya, menghadirkan fasilitas refleksologi untuk para tamu lounge yang kemudian disusul dengan layanan massage. “Kami yang pertama menawarkan fasilitas layanan refleksologi ini,” ungkapnya. Fasilitas anyar itu disambut antusias para tamu, terutama tamu dari Jepang. Standar higienitas di lounge, termasuk prosedur dan penyiapan makanan, ditingkatkan sesuai dengan standar internasional. Kerja sama dengan maskapai pun ditingkatkan. Berbagai upaya tersebut mampu menaikkan kembali pamor ruang tunggu eksklusif itu.
Seiring lounge yang dikomandaninya menggeliat kembali, ia tergelitik untuk membuka refleksologi di luar lounge tetapi masih di area bandara.

Pertimbangannya, pasar yang dibidik lebih luas, tidak terbatas seperti di lounge yang hanya mengandalkan penumpang kelas bisnis. Waktu itu, dengan modal tabungan seadanya, ia memberanikan diri membuka gerai refleksologi pertama di bandara. Ia memulai dengan tempat yang kecil, sekitar 4 x 6 m2 dengan empat kursi dan lima karyawan. Prada Reflexology yang dibesut Arnawa ternyata dibanjiri pengunjung. Padahal, harga yang dibanderol cukup mahal, Rp 100 ribu untuk 30 menit.

Bagi Arnawa, keberhasilan itu sebuah awal yang bagus. Ia kemudian tergerak untuk menambah gerai lagi. Di bawah bendera UD Prasada, ia menambah gerai refleksologi di kawasan yang sama. Lagi, Dewi Fortuna memeluknya. Penambahan gerai justru makin memperbesar pasar. Gerai refleksologinya selalu penuh.
Intuisi bisnisnya kemudian mengendus peluang di bisnis food & beverages. Dari perbincanagn dengan tamu-tamu di gerai refleksologi, ia melihat ada peluang mengembangkan usaha resto dengan suguhan menu internasional. “Waktu itu memang belum ada restoran dengan konsep internasional,” katanya. Lagi-lagi, dengan modal yang dikumpulkan dari usaha refleksologi, ia membangun Prada Priority Restaurant di Gate 1 dan 2. Kapasitas resto yang mampu menampung 40-50 kursi itu juga mendapat respons positif dari pengunjung, terutama para ekspat.

Keberhasilan itu melecut Arnawa untuk fokus mengembangkan bisnis. Ia kemudian memilih keluar dari tempatnya bekerja. “Tidak enak juga mengurusi bisnis tapi masih bekerja di tempat lain,” katanya. Keberanian untuk keluar dari comfort zone, bagi Arnawa, adalah pilihan yang bukan tanpa risiko. Toh, itu harus diambilnya. “Waktu itu saya sudah mantap melangkah memasuki dunia usaha,” katanya. Bagi Arnawa, keberhasilan tidak akan bisa diraih kalau tidak berani melakukan perubahan.
Pilihannya tidak keliru. Dengan fokus pada usaha refleksologi dan resto, bisnisnya terus berkembang. Tahun 2005, status hukum usahanya ditingkatkan menjadi PT dengan nama PT Nu Prasada. Seiring perubahan status hukum, gerai refleksologinya terus bertambah. Ia juga membuka lagi resto di pintu keberangkatan 7 dan 8. Setiap ada peluang, ia menambah lagi gerai refleksologi dan resto. Padahal, mencari tempat di area tunggu keberangkatan internasional itu tidak gampang. “Hunting tempat di bandara itu tidak gampang. Apalagi, kami pemain baru,” ungkapnya.

Toh, kendala tersebut tak menyurutkan langkah Arnawa untuk “menguasai” setiap jengkal tempat di bandara. Bahkan, ketika pihak Angkasa Pura menawarkan pengelolaan lounge yang ditinggalkan pemiliknya karena pindah lokasi, Arnawa tak menyia-nyiakan kesempatan itu. “Awalnya, jujur saya tidak berani karena tempatnya luas sekali, lebih dari 350 m2,” ceritanya. Namun, setelah dipertimbangkan dengan saksama, ia pun menerima tawaran Angkasa Pura untuk mengelola lounge yang notabene tempat dulu ia merentas karier. “Saya sudah pernah mengelola lounge dan berhasil. Sebelum saya ambil, saya beri tahu teman-teman di airlines kalau saya akan punya lounge sendiri,” katanya sambil tertawa.

Diakui Arnawa, ketika memasuki bisnis lounge, tantangannya luar biasa. Meski ia sudah paham seluk-beluk dunia lounge, ia tetap nervous. Pasalnya, saat ini ia adalah pemilik. Investasi yang dikucurkan pun tidak sedikit. Waktu itu sekitar Rp 200 juta untuk membenahi interior saja. “Belum termasuk sewa tempat karena waktu itu saya dapat keringanan bisa dicicil. Ini juga yang jadi pertimbangan saya akhirnya bersedia mengambil lounge ini,” ungkapnya.
Tahun 1998-2001, di lounge itu ia sebagai manajer dan tahun 2005, ia sebagai pemilik. Tahun-tahun berikutnya, bisnisnya terus menggelinding, bahkan keluar bandara. Selain mengembangkan gerai refleksologi dan resto, ia merambah bisnis spa, supermarket dan properti. Perjalanan metamorfosis dari seorang karyawan menjadi entrepreneur sukses di genggamannya. “Saya selalu meyakinkan diri saya bahwa setiap usaha kalau dijalankan dengan sungguh-sungguh akan berhasil. Tentu keberhasilan ini juga berkat campur tangan Tuhan,” tuturnya.

Bisnisnya tak hanya berserak di Bandara Internasional Ngurah Rai, tetapi tersebar di kawasan Kuta dan Nusa Dua. Di kawasan bergengsi Bali Collection Nusa Dua, jejak bisnis Arnawa terpancak megah. Selain ada empat resto dan empat gerai refleksologi, yang paling mencolok pandangan adalah keberadaan Prada Concept Store yang menyediakan aneka wine, cokelat, rokok dan camilan.
Arnawa juga ikut menggerakkan bisnis di Sanur. Di pusat bisnis Pulau Dewata ini, Arnawa merambah bidang properti dengan ruko dan vila. Prada Executive Villa yang mengusung konsep vila butik, baru diluncurkan awal tahun ini. Ada 10 unit dengan masing-masing luas 500 m2. Di setiap unit terdiri dari empat kamar utama, ruang tamu, dapur, dan kolam renang dengan full furnishing. “Seperti layaknya hunian, penyewa tinggal masuk,” kata Arnawa seperti dikutip Majalah SWA. 

Setiap unit vila disewakan minimum dua tahun dengan harga Rp 500 juta/tahun/unit. “Yang menyewa para ekspatriat dan sudah terisi semua,” kata Arnawa sumringah. Setali tiga uang, 9 ruko yang dimiliki Arnawa di Sunset Road sudah terisi penyewa yang rata-rata perusahaan besar, seperti bank dan biro travel.



kesimpulan 

berfikiran cerdas siap mengambil kuputusan yang baik dalam situasi tertentu